A. Pengertian Gejala Kejiwaan
Hakekat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktifitas-aktifitas kejiawaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk lain[1]. Tanpa disadari manusia secara tidak langsung telah melakukan suatu perubahan dimana perubahan tersebut terbentuk dari tidak bisa menjadi biasa, tidak tahu menjadi tahu dan seterusnya hingga manusia tersebut menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Belajar bukanlah kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi juga berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Belajar tidak hanya melibatkan yang benar saja, tetapi juga melibatkan yang tidak benar, missal ada murid yang salah mengeja kata, kita tidak dapat mengatakan bahwa tidak belajar, hanya saja dia mengeja yang salah. Jadi belajar tidaklah selalu dalam hal pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga dapat berkenaan dengan sikap, tingkah laku, kejiwaan dan perasaan.
Unsur asasi dari belajar adalah selalu melibatkan adanya perubahan dalam diri orang yang belajar. Perubahan itu bisa terjadi dengan sengaja bisa lebih baik bisa lebih buruk. Agar berkualitas sebagai belajar, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman, oleh interaksi antar orang dengan lingkungannya. Untuk itu dalam makalah ini kami menguraikan tentang definisi belajar, definisi psikologi serta konsep dan makna psikologi belajar. [2] Secara implisit maupun eksplisit firman Allah telah mewajibkan manusia untuk belajar, sebagai berikut yang artinya:
“apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang berakalah yang mampu menerima pelajaran (QS. Az-Zumar : 9)”
Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonimous dengan roh, akal, atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. Di beberapa budaya, benda-benda mati dikatakan memiliki jiwa, kepercayaan ini disebut animisme. [3]
Penggunaan istilah jiwa dan roh seringkali sama, meskipun kata yang pertama lebih sering berhubungan dengan keduniaan dibandingkan kata yang kedua. Jiwa dan psyche bisa juga digunakan secara sinonimous, meskipun psyche lebih berkonotasi fisik, sedangkan jiwa berhubungan dekat dengan metafisik dan agama. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jiwa memiliki arti roh manusia (yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa.[4]
Manusia diciptakan oleh Allah SWT melalui fase-fase pertumbuhan dan perkembangan, yang dalam prosesnya mengalami interaksi (saling mempengaruhi) antara kemampuan dasar (pembawaan) dengan kemampuan yang diperoleh (hasil belajar/pengaruh lingkungan). Terdapat perbedaan pendapat dalam pengertian pertumbuhan perkembangan pertumbuhan diartikan ahli biologi sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensi tubuh, perkembangan dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk atau bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannya ke dalam suatu kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu berlangsung.
Langfeld dan boring, menggunakan pengairan kematangan untuk pertumbuhan, sedang, perkembangan, diterapkan pada baik sebelum tingkah laku yang tidak dipelajari itu terjadi, maupun sebelum terjadinya proses belajar dari tingkah laku yang khusus. Istilah “kematangan” mencakup didalamnya pengertian pertumbuhan dan perkembangan, maka seseorang telah dianggap “matang”, apabila fisik dan psikisnya masalah pertumbuhan dan perkembangan, telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat-tingkat tertentu.
Sedangkan istilah “perkembangan” adalah berhubungan erat dengan pertumbuhan maupun kemampuan-kemampuan pembawaan dari tingkah laku yang pekat terhadap rangsangan-rangsangan sekitar.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan, sedangkan perkembangan dengan penyempurnaan fungsi. Baik pada pertumbuhan maupun pada perkembangan tersangkut pula perihal kematangan yang merupakan masa yang terbaik bagi berfungsinya/perkembangannya dengan cepat aspek “kepribadian tertentu”. Pada proses perkembangan manusia, perubahan meliputi beberapa aspek baik fisik maupun psikis, perubahan tersebut dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu: 1) perubahan dalam ukuran, 2) perubahan dalam perbandingan, 3) berubah untuk mengganti hal-hal yang lam, 4) berubah untuk memperoleh hal-hal yang baru.[5]
Sebagaimana diketahui bahwa secara pisik jiwa dan secara anatomis dan fisiologis-biologis sosiologis, peserta didik sebagai bagian manusia pada umumnya, memiliki karakteris yang diperlu dipahami oleh para calon guru. Dalam uraian ini akan dibahas tentang peserta didik dilihat dari sudut tinjauan psikologis yang membedakan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Pengetahuan tentang karakteristik psikologis peserta didik yang berkaitan dengan gejala aktivitas umum jiwa peserta didik sangat penting bagi para calon guru dan para guru dalam memahami peserta secara individual guru menyukseskan proses pembelajaran di kelas.
Adapun gejala aktivitas umum jiwa peserta yang perlu menjadi perhatian bagi para calon guru (mahasiswa yang kuliah di lembaga pendidikan tenang kependidikan) dan para guru ialah mencakup: perhatian pengamatan, persepsi, fantasi, ingatan, berpikir, motif, minat, imajinasi, dan sebagainya. Kesemua gejala aktivitas umum jiwa manusia (termasuk peserta didik) di sekolah tersebut akan dijelaskan secara rinci atau laboratif dalam uraian berikut.[6]
B. Macam-macam Gejala Kejiwaan Peserta Didik
1. Perhatian peserta didik
Perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas diartikan sebagai pemusatan tenaga jiwa peserta didik yang tertuju kepada sajian materi yang dijelaskan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung. Seorang siswa dianggap memiliki perhatian belajar terehadap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di kelas, jika siswa tersebut memusatkan perhatiannya dengan cara memfokuskan pandangannya kedepan untuk memperhatikan materi yang disajikan oleh guru dengan memusatkan kesadaran dan daya jiwanya untuk mengetahui dan memahami materi pelajaran yang disajikan oleh guru di kelas. Perhatian belajar yang dimiliki oleh peserta didik dan manusia pada umumnya dbagi atas beeberapa macam, yaitu perhatian intensif dan tidak intensif, perhatian spontan dan perhatian sekehendak, perhatian tterpencar, perhatian yang mendalam yang dimiliki peserta didik pada saat melakukan aktivitas belajar.
Perhatian belajar yang dimilki oleh peserta didik dan manusia pada umumnya dibagi atas beberapa macam, yaitu perhatian insentif dan tidak insentif, perhatian spontan dan perhatian sekehendak, perhatian terpencar, perhatian terpusat, dan perhatian campuran (Manrihu (1989:18-19). Perhatian belajar peserta didik yang insentif, yaitu pada saat melakukan aktivitas belajar. Peserta didik yang selalu memiliki perhatian belajar yang intensif akan lebih mudah mengetahui, memahami, dan menguasai materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas.
Perhatian belajar yang tidak intensif ialah perhatian belajar yang tidak mendalam pada diri siswa. Perhatian belajar yang spontan pada diri peserta didik ialah perhatian belajar yang terjadi seketika karena peserta didik mendapatkan rangsangan yang juga sifatnya tiba-tiba. Sedangkan perhatian belajar sekehendak (dipaksakan) ialah perhatian belajar yang sengaja ditimbulkan pada diri peserta didik. Perhatian konsentratif atau terpusat ialah perhati belajar yang dimiliki oleh peserta didik yang memusat terfokus kepada objek yang dipelajari. Perhatian distribusi ialah perhatian belajar yang sifatnya menyebar yang dimiliki oleh peserta didik, dan perhatian campuran adalah perhatian belajar yang dimiliki oleh peserta didik yang sifatnya gabungan antara perhatian belajar yang memusat atau terfokus kepada objek yang dipelajari dengan perhatian distributif yang menyebar ke beberapa objek belajar.[7]
Selanjutnya terdapat beberapa factor atau hal yang menarik perhatian belajar peserta didik jika dilihat dari segi obyek yang diperhatikan, yaitu berupa:
1. Perangsang yang berubah-ubah
2. Perangsang yang kuat
3. Perangsang yang tiba-tiba
4. Benda-benda yang mempunyai bentuk tertentu akan lebih menarik daripada benda-benda yang tidak terbentuk.
Dilihat subyek maka hal-hal tersebut bersangkutpaut pribadi subyek yaitu berupa:
1. Pekerjaan yang sedang dikerjakan menetukan perhatian,
2. Keinginan menentukan perhatian.
3. Minat dan kegemaran menentukan perhatian.
4. Perasaan menentukan perhatian.
5. Yang berhubungan dengan pengalaman atau kebiasaan akan menentukan perhatian.
Guru sebagai pendidik dan pengajar di kelas harus memperhatikan bernagai factor yang mempengaruhi atau yang menarik perhatian belajar peserta didik, baik dilihat dari segi obyek yang diperhatikan maupun dari subyek yang memperhatikan.[8]
2. Motivasi Belajar
Faktor motivasi secara umum dan motivasi belajar secara khusus merupakan gejala aktivitas jiwa manusia yang sangat diperlukan oleh manusia dan khususnya peserta didik. Manusia secara umum dan peserta didik secara khusus yang memiliki motivasi hidup yang rendah akan memiliki kinerja, produktifitas, kreatifitas dan inivasi yang rendah. Akibatnya mereka akan tertinggal jauh dari teman atau manusia lainnya yang memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalani hidupnya. Untuk memahami hakekat motivasi dan permasalahannya. Bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang dicapai didalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, namun untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnnya.
Drever (Slameto, 1988:60) memberikan pengerti, tentang motif atau motivasi sebagai berikut: "Motive is , effective-conative faktors which operates in determining direction of an individuals behavior towards an end goal, consioustly apprehended or unconsioustly". Pernyataan ini mengandung makna bahwa motivasi sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau namun. untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Prayitno (1989:17) lebih lanjut mengemukakan ingat bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam menimbulkan motivasi belajar ekstrinsik, yaitu memberikan penghargaan dan celaan persaingan atau kompetisi, memberikan hadiah dan hukuman, dan pemberitahuan tentang kemajuan belajar peserta didik kepada peserta didik.
Sudirman (1990:91-94) mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk dan cara menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu:
1. memberikan angka kepada peserta didik;
2. memberikan hadiah;
3. menciptakan situasi kompetisi di kelas;
4. melibatkan ego peserta didik;
5. memberikan ulangan;
6. mengetahui hasil;
7. memberikan pujian;
8. memberikan hukuman;
9. menumbuhkan hasrat untuk belajar kepada peserta didik;
10. menumbuhkan minat dan;
11. merumuskan tujuan belajar yang diakui dan diterima oleh anak.
Para guru di sekolah hendaknya dapat menerapkan beberapa bentuk dan cara tersebut di atas demi untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran.[9]
3. Pikiran Peserta Didik
Berfikir merupakan kegiatan mental atau psikis yang dilakukan oleh setiap orang pada saat mereka menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan. Kemampuan berfikir lagi disetiap orang termasuk peserta didik di sekolah berbeda-beda. Perbedaan kemampuan berfikir antara individu yang satu dengan individu pada umumnya disebabkan oleh faktor intelegensi, tingkat pengetahuan, tingkat pengalaman, tingkat pendidikan, dan berbagai faktor lainnya.
Ada dua jenis proses berfikir yang dapat dilakukan individu, yaitu jenis berfikir divergen dan konvergen. Jenis berfikir konvergen yaitu cara berfikir yang umum dilakukan oleh individu pada umumnya dan bersifat rutin, sedangkan jenis berfikir divergen yaitu jenis berfikir yang inovatif, kreatif, dan produktif yang selalu pemecahan maslah dari berbagai alternatif pemecah masalah (La Sulo, 1990;29). Jenis berfikir divergen merupakan jenis berfikir yang kompleks yang dituntut pada individu di era globalisasi agar dapat tetap eksis dan solid dalam era komperisi global. [10]
4. Perasaan Peserta Didik
Perasaan adalah gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan fungsi mengenal dan dialami dalam kualitas senang dan tidak senang dalam berbagai taraf. Perasaan ini terdiri dari berbagai jenis yaitu perasaan jasmaniah dan perasaan rohaniah.
Faktor perasaan peserta didik perlu diperhatikan oleh guru di kelas. Dengan memahami perasaan peserta didik sebagai gejala mental siswa, seorang guru akan menghindari berbagai sikap dan perilaku dan ucapan atau tutur kata yang dapat membunuh aktivitas dan kreativitas peserta didik di kelas. Sebaliknya, peserta didik tidak boleh mengorbankan perasaan guru yang dapat membunuh kreativitas dan aktivitas guru dalam mengejar di kelas. [11]
5. Sikap Belajar Peserta Didik
Sikap diartikan sebagai kecendrungan seseorang untuk beraksi terhadap suatu objek atau rangsangan tertentu (Gerungan, 1987). Sikap juga dapat diartikan sebagai kecendrungan individu untuk merasa senang dan tidak senang teradap suatu objek. Sikap belajar adalah kecendrungan peserta didik untuk beraksi terhadap materi pelajaran di sekolah. Dengan kata lain sikap belajar adalah kecendrungan peserta didik untuk merasa senang dan tidak senang dan tidak senang dalam melakukan aktivitas belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap belajar peserta didik tersebut ialah faktor kemampuan dan gaya mengajar guru di kelas. Selain itu faktor metode, pendekatan, dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru, faktor media pembelajaran sikap dan perilaku guru, suara guru, lingkungan kelas, manajemen kelas,dan berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi sikap peserta didik.
Jika semua faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh yang positif kepada peserta didik, maka sikap yang terbentuk pada diri peserta didik ialah sikap belajar yang baik, yaitu peserta didik merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran yang dikelolah oleh guru di kelas. Sebaliknya, jika kesemua faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh yang negative kepada peserta didik ialah sikap belajar yang tidak baik yaitu peserta didik merasa tidak senang dalam mengikuti proses pembelajaran yang dikelolah oleh guru di kelas. [12]
6. Ingatan Peserta Didik
Ingatan biasanya didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan. Ingatan yang baik memiliki ciri-ciri, yaitu menyimpan dan siap untuk memproduksi kesan-kesan yang dicamkan tanpa perubahan (La Sulo, 1990:25)
Proses dalam ingatan ialah mencakup proses mencamkan, proses menyimpan, dan reproduksi. Mencamkan ialah upaya untuk mempelajari, mengetahui, dan memahami suatu. Reproduksi ialah mengingat atau membawa ke alam kesadaran tentang hal-hal yang telah dicamkan melalui kegiatan belajar.
Agar supaya materi pelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik dapat tersimpan dengan baik dalam memori, maka peserta didik harus melakukan cara-cara berikut:
1. Mengulangi secara terus menerus mempelajari materi pelajaran, dan
2. Cepat tidur setelah belajar mengurangi tercampurnya pesan baru ke dalam belajar mengurangi bercampurnya pesan baru ke dalam materi pelajaran yang telah tersimpan dalam memori di otak.[13]
7. Fantasi Peserta Didik
Fantasi ialah kesanggupan manusia untuk membentuk tanggapan-tanggapan sudah ada dan tanggapan baru itu tidak harus sesuai dengan benda-benda yang ada ( Manrihu, 1989:24). Dengan fantasi memungkinkan manusia menentukan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Berfantasi secara positif bagi peserta didik sangat diperlukan, sebab melakui proses fantasi dalam aktivitas pembelajaran, peserta didik dapat diilhami oleh berbagai gagasan atau ide-ide baru yang bermanfaat bagi peserta bagi peserta didik itu sendiri. Peranan guru, orangtua, dan masyarakat dalam membantu, membimbing, melatih, dan mengarahkan serta menyalurkan proses fantasi anak kea rah yang positif agar bermanfaat bagi dirinya, sekolahnya, keluarganya, dan masyarakatnya dan anak dapat mencapai taraf aktualisasi diri yang optimal dan maksimal.[14]
8. Tanggapan Peserta Didik
Bigot (1950) mendifikasikan tanggapan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Sedangkan Kohnstamm (1995) mengemukan bahwa menangaapi tidak saja menghidupkan kembali apa yang telah kita amati, tetapi juga mengantisipasi yang akan dating dan mewakili yang sekarang.
Faktor tanggapan ini memegang peranan penting dalam aktivitas pembelajaran. Oleh karena itu, para guru di sekolah harus berusaha mengembangkan tanggapan peserta didik agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal dan maksimal dan peserta didik mencapai hasil belajar yang optimal pula.
Tanggapan atau persepsi peserta didik dipengaruhi oleh indera yang mendasari terjadinya tanggapan itu. Karena itu, persepsi peserta didik digolongkan ke dalam beberapa tipe tanggapan, yaitu tipe tanggapan yang visual, auditif, gustatoris, dan alfaktoris. Keempat tipe tanggapan pada diri peserta didik tersebut harus diperhatikan dan dikembangkan oleh para pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan memperhatikan perbedaan individu peserta didik dalam hal tipe persepsi yang dimiliki, maka anak akan berkembang dengan baik.[15]
9. Minat Belajar Peserta Didik
Minat secara umum dapat diartikan sebagai rasa tertarik yang ditunjukkan oleh individu kepada suatu objek., baik objek berupa benda hidup maupun benda yang tidak hidup. Sedangkan minat belajar dapat diartikan sebagai rasa tertarik yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam melakukan aktivitas belajar, baik di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.
Jika individu atau peserta didik merasa tertarik atau berminat dalam melakukan aktivitas belajar, maka peserta didik tersebut menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang baik berupa: peserta didik menunjukkan gairah yang tinggi dalam melakukan aktivitas belajar, tekun dan ulet dalam melakukan aktivitas dan produktif dalam melaksanakan aktivitas belajar sekalipun dalam waktu yang lama, aktif, kreatif, dan produktif dalam melaksanakan aktivitas dan menyelesaikan tugas-tugas belajar, senang, dan asyik dalam belajar, aktivitas belajar dianggap sebagai suatu hobi dan bagian dari hidupm dan sebagainya. Sebaliknya, peserta didik yang tidak memiliki minat belajar akan menjukkan sikap dan perilaku belajar yang tidak baik pula berupa acuh dalam belajar, aktivitas belajar dianggap sebgai suatu beban, cepat lelah dan bosan dalam belajar, dan sebagainya.
Minat belajar peserta didik, juga dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya factor objek belajar; metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, sikap dan perilaku guru, media pembelajaran, fasilitas pembelajaran, lingkungan belajar, suara guru, dan lainnya. Factor-faktor tersebut perlu diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam upaya untuk menumbuhkan kembangkan minat belajar peserta didik.[16]
10. Pengamatan Belajar Peserta Didik
Pengamatan adalah suatu aktivitas jiwa untuk mengenal diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita dengan melihat, mendengar, membau, dan mencecapkanya. (Manrihu, 1989:20)
Faktor pengamatan belajar peserta didik merupakan factor yang amat penting diperhatiakn oleh para calon guru dan guru. Agar proses pembelajaran di kelas dapat diketahui, dipahami, dan dikuasai oleh peserta didik melaui proses pengamatan, maka guru dalam mengelola proses pembelajaran sebaiknya menggunakan alat peraga yang dapat membantu pengamatan anak, baik yang bertipe visual, auditif, taktil, gustative, dan alfaktoris.
Untuk mengetahui gangguan pengamatan anak didik, guru perlu melakukan kerjasama dengan dokter, psikolog, konselor, wali kelas, guru kelas, orangtua peserta didik dan pihak terkait lainnya.[17]
11. Kepribadian Peserta Didik
Kepribadian didefinisikan sebagai kesekuruhan kualitas dari perilaku individu yang Nampak dalam karakteristik kebiasaan berekspresi, berfikir, minat, sikap, cara-cara beraksi, dan pandangan hidup individu (Woodworth dan Marquis, 1974: 118)
Factor kepribadian peserta didik perlu mendapatkan perhatian dari pihak guru, karena dengan mengetahui dan mamahami kepribadian setiap peserta didik, maka guru dapat menyesuaikan proses pembelajarannya di kelas yang memeperhatikan perbedaan individu peserta didik. Proses pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan kepribadian peserta didik akan memungkinkan peserta didik dapat belajar secara maksimal dan optimal sesuai dengan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik. [18]
12. Inteligensi dan Bakat
Intelegensi dan bakat merupakan factor psikologis yang turut mempengaruhi keberhasilan proses dan hasil pendidikan di sekolah. Inteligensi sacara sederhana dapat diartikan sebagai ‘’Kecerdasan’’. Namun, intelegensi hakekatnya adalah kemampuan manusia untuk berfikir.
Kemampuan berfikir manusia itu sendiri berbeda-beda, yaitu ada yang kemampuan berfikirnya tinggi, sedang, dan rendah. Tingakat kemampuan berfikir manusia tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor diantrannya: factor tingkat intelegensi yang dimiliki (skor intelligence quotient) ialah berada di atas normal 110 ke atas, tingkat pengetahuan, dan pengalaman manusia. Manusia yang memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang tinggi cenderung kemampuan berfikirnya juga tinggi telah ditempa dan diterpa oleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang menuntut pemikiran.
Oleh karena itu, untuk mengembangkan dan meningkatkan intelegensi peserta didik, para guru di sekolah harus memberikan tugas-tugas belajar yang menantang peserta didik untuk berfikir kompleks dan keritis. Dengan harapan peserta didik terlatih dan terbiasa untuk berfikir dalam mencari jalan keluar suatu persoalan sehingga membuahkan suatu pengalaman yang berharga bagi peserta didik.
Bakat didefinisikan sebagai potensi bawaan yang dibawa seseorang sejak ia dilahirkan masih belum berkembang, sehingga perlu diaktualisasikan melalui bantuan proses pendidikan di sekolah. Para guru di sekolah perlu mengetahui secara dini tentang bakat yang dimilki oleh masing-masing anak didiknya sebagai acuan untuk memberikan proses pendidikan yang menunjang perkembangan bakat anak.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengetahui bakat pada diri peserta didik ialah dengan cara melakukan tes bakat pada anak didik dan mengobservasi kemampuan dan keterampilan menonjol yang diperlihatkan anak melaui aktivitasnya dan perilaku d sekelilingnya.[19]
C. Penyebab adanya Gejala Kejiwaan
Dalam mempelajari perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) proses pematangan, khususnya pematangan fungsi kognitif; 2) proses belajar; 3) pembawaan atau bakat. Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaurhi perkembangan siswa, para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi siswa tidak sama. Untuk lebih jealsnya, berikut ini penyusun paparkan aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaurhi perkembangan siswa.[20]
a. Aliran Nativisme
Nativisme (nativism) adalah sebuah doktrin fisiologis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Schoehzuer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran filsafat nativisme kono dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang seglaa sesuatu oragan kaca mata hitam. Menagpa demikian? Karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedang pengalaman dan pendidikan tidka beprengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebutu “pesimisme pedagogis”.
Sebagai contoh, jika sepasang orang tua ahli musik, maka anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula. Harimau pun hanya akan melahirkan harimau, tak akan pernah melahirkan domba. Jadi pembawaan dan bakat orang tua selalu berpengaruh mutlak terhadap perkembangan kehiudpan anak-anaknya. Benarkah postulat (anggapan dasar) ini dapat terus bertahan.[21]
b. Aliran Empirisme
Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme (empirium) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli lairan ini adalah “The School of British Empiricism” (Aliran empisime Inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Seirkat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama “envirormentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama “environmental psychology (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Reber, 1988).
Jika seorang siswa memperoleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang politik. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia tak akan pernah menjadi pemuisk, walaupun orang tuanya pemusi sejati.
Memang amat sukar dipungkiri bahwa lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap proses perkembangan dan masa depan siswa. Dalam hal ini lingkungan keluarga (bukan bakat pembawaan dari keluarga) dan lingkungan masyarakat sekitar telah terbukti menentukan tinggi rendahnya mutu perilaku dan amsa depan seorang siswa.
Kondisi sebuah kelompok masayrakat yang berdomisili di kawasan kumuh dengan kemampuan ekonomi di bawah garis rata-rata dan tampa fasilitas umu seperti mesjid, sekolah, serta lapangan olah raga telah terbukti menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan anak-anak nakal. Anak-anak di lingkungan speerti ini memang tak mempunyai cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, lebih-lebih apabila kedua orang tuanya kurang atau tidak berpendidikan.[22]
c. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpnegaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh drama konvergensi bernama Louis William Stern (1871-1938), seorang filosof dan psikoolog Jerman.
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, Stren dan para ahli yang mengikutinya tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman juga tidak berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor yang sama pentingnya itu. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa jika tanpa faktor pengalaman. Demikian pula sebaliknya faktor pengalaman tanpa faktor bakat pembawaan tak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.[23]
Manurut Elizabeth B. Hurlock, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, terlebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting. Tetapi bailklah beberapa diantara faktor faktor-faktor tersebut ditinjau[24]:
1. Intelligensi
Intellegensi merupakan faktor yang terpenting. Kecerdasan yang tinggi disertai oleh perkembangan yang cepat, sebaliknya jika kecerdasan rendah, maka anak akan terbelakang dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Berdasarkan penelitian Terman LM (Genetic studies of Genius) dan Mead TD (The age of walking and talking in relation to general intelligence) telah dibuktikan adanya pengaruh intellegensi terhadap tempo perkembangan anak terutama dalam perkembangan berjalan dan berbicara.
2. Seks
Perbedaan perkembangan antara kedua jenis seks tidak tampak jelas. Yang nyata kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniyah. Pada waktu lahir anak laki-laki lebih besar dari perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada anak laki-laki.
Anak perempuan pada umumnya lebih cepat mencapai kematangan seksnya kira-kira satu atau dua tahun lebih awal dan pisiknya juga tampak lebih cepat besar dari pada anak laki-laki. Hal ini jelasa pada anak umur 9 sampai 12 tahun.
3. Kelenjar-kelenjar
Hasil penelitian di lapangan indoktrinologi (kelenjar buntu) menunjukkan adanya peranan penting dari sementara kelenjar-kelenjar buntu ini dalam pertumbuhan jasmani dan rohani dan jelas pengaruhnya terhadap perkembangan anak sebelum dan sesudah dilahirkan.
4. Kebangsaan (ras)
Anak-anak dari ras Meditarian (Lautan tengah) tumbuh lebih cepat dari anak-anak eropa sebelah timur. Amak-anak negro dan Indian pertumbuhannya tidak terlalu cepat dibandingkan dengan ank-anak kulit putih dan kuning.
5. Posisi dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi perkembangan. Anak kedua, ketiga, dan sebagainya pada umumnya perkembangannya lebih cepat dari anak yang pertama. Anak bungsu biasanya karena dimanja perkembangannya lebih lambat.
Dalam hal ini anak tunggal biasanya perkembangan mentalitasnya cepat, karena pengaruh pergaulan dengan orang-orang dewasa lebih besar.
6. Makanan
Pada tiap-tiap usia terutama pada usia yang sangat muda, makanan merupakan faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhan dan perkembangan. Bukan saja makanannya, tetapi isinya yang cukup banyak mengandung gizi yang terdiri dari pelbagai vitamin. Kekurangan gizi/vitamin dapat menyebabkan gigi runtuh, penyakit kulit dan lain-lain penyakit.
7. Luka dan penyakit
Luka dan penyakit jelas pengaruhnya kepada perkembangan, meskipun terkadang hanya sedikit dan hanya menyangkut perkembangan fisik saja.
8. Hawa dan sinar
Hawa dan sinar pada tahun-tahun pertama merupakan faktor yang penting. Terdapat perbedaan antara anak-anak yang kondisi lingkungannya baik dan yang buruk.
9. Kultur (budaya)
Penyelidikan Dennis di kalangan orang-orang Amerika dan Indiana menunjukan bahwa sifat pertumbuhan anak-anak bayi dari kedua macam kultur adalah sama. Ini menguatkan pendapat bahwa sifat-sifat anak bayi itu adalah universal dan bahwa budayalah yang kemudian merubah sejumlah dasar-dasar tingkah laku anak dalam proses perkembangannya. Yang termasuk faktor budaya disini selain budaya masyarakat juga di dalamnya termasuk pendidikan, agama, dsb.
Elizabeth B. Hurlock juga mengemukakan beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya perkembangan (Cause of Development) yaitu[25]:
1. Kematangan (Maturation)
Perkembangan fisik dan mental adalah sebagian besar akibat dari pada kodrat yang telah menjadi bawaan dan juga dari pada latihan dan pengalaman si anak. Kodra ini diperoleh dari turunan perkembangan (Heredity Endownment) dan menimbulkan pertumbuhan yang terlihat, meskipun tanpa dipengaruhi oleh sebab-sebab nyata dari lingkungan.
Pertumbuhan karena kodrat terkadang timbulnya secara sekonyongkonyong. Rambut tumbuh di muka, suara berubah dengan tiba-tiba. Sikapnya terpengaruh antara lain terhadap seks lain, yang berkembang menjadi kegila-gilaan gadis atau kegila-gilaan pemuda sebagai kebalikan dari kebencian yang ditujukan pada masa sebelumnya (Masa Pueral).
Pada anak-anak sering terlihat, tiba-tiba anak itu dapat berdiri, berbicara, dan sebagainya yang terkadang setelah seseorang berpendapat bahwea anak-anak itu sangat terbelakang dalam pekembangannya.
2. Belajar dan latihan (Learning)
Sebab terjadinya perkembangan yang kedua adalah dengan melalui proses belajar atau dengan latihan. Disini terutama termasuk usaha anak sendiri baik dengan atau tidak dengan melalui bantuan orang dewasa.
3. Kombinasi kematangan dan belajar (Interaction of Maturation and Learning)
Kedua sebab kematangan dan belajar atau altihan itu tidak berlangsung sendiri-sendiri, tetapi bersama-sama, bantu membantu. Biasanya melalui suatu latihan yang tepat dan terarah dapat menghasilkan perkembangan yang maksimum, tetapi terkadang meskipun bentuan kuat dan usahanya efektif tidak berhasil seperti yang diharapkan, jika batas perkembangannya lekas tercapai atau daya berkembangnya sangat terbatas.
Kematangan selain berfungsi sebagai pemberi bahan mentah yang berupa potensi-potensi yang siap untuk dilatih/dikembangkan juga sebagai penentu batas atau kualitas perkembangan yang akan terjadi. Kematangan itu dalam periode perkembangan tidak hanya dicapai setelah lahir, tetapi sebelum lahir juga ada kematangan; bedanya ialah bahwa kematangan dalam masa sebelum lahir hanya dipengaruhi kodrat dan tidak memerlukan latihan.
Kematangan suatu sifat sangat penting bagi seorang pengasuh atau pendidik untuk mengetahuinya, karena pada tingkat itulah si anak akan memberikan reaksi yang sebaik-baiknya terhadap semua usaha bimbingan atau pendidikan yang sesuai bagi mereka.
Telah banyak percobaan-percobaan diadakan untuk mengetahui sampai dimana seorang anak dapat berkembang hanya atas dasar kodrat dan sejauh mana atas dasar pengajaran/pengalaman. Hasilnya antara lain:
a. Pada tahun-tahun pertama “kematangan” ini penting karena memungkinkan pengajaran/pelatihan.
b. Dalam hal perkembangan phylogenetic tidak terdapat perbedaan di antaraanak kembar dan anak yang berbeda rasnya (Nego dan Amreika misalnya).
c. Berlangsungnya secara bersama-sama antara pertumbuhan kodrat (kematangan) dengan pengajaran/latihan adalah sangat menguntungkan bagi perkembangan anak.
[1] DR. H. Syaiful Sagala, M.Pd., Konsep dan MAkna Pembelajaran, Alfabeta Bandung, 2005, 122
[2] Ibid.
[3] Rostinah, Makalah Gejala Umum Kejiwaan Dan Proses Berpikir Dalam Pemecahan Masalah (Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Avicenna Kendari : 2009) Hal. 4
[4] Ibid.
[5] Ibid, Hal. 5
[6] Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan (Bandung : Alfabeta, 2006) Hal. 21-22.
[7] Ikhsan, Blog Aktivitas Umum Jiwa Manusia Yang Perlu Diketahui Oleh Calon Guru Dan Guru (http://www.contohmakalah.co.cc/2010/06/aktivitas-umum-jiwa-manusia-yang-perlu.html#ixzz12cipZlF5) diakses pada 15 Oktober 2010.
[8] Abdul Hadis, Op. Cit. Hal. 26
[9] Ibid, Hal. 28-32.
[10] Ibid, Hal. 36
[11] Ibid. 37
[12] Ibid. Hal. 38-40.
[13] Ibid. Hal. 41.
[14] Ibid. Hal. 42.
[15] Ibid. Hal. 43.
[16] Ibid. Hal. 44-45.
[17] Ibid. Hal. 46.
[18] Ibid. Hal. 48.
[19] Ibid. Hal. 50.
[20] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2010) Hal. 42.
[21] Ibid. Hal. 43
[22] Ibid.
[23] Ibid. Ha. 44.
[24] Adi Farma, Thursday, August 26, 2010, Mengenal Psikologi Perkembangan (http://adipsi.blogspot.com/2010/08/mengenal-psikologi-perkembangan.html) diakses pada 16 Oktober 2010.
[25] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar